Tikus
Alat Peraga (Leaflet) Penyuluhan Mengenai Pengendalian Hama Tikus
Diposting oleh
Unknown
on Rabu, 03 Desember 2014
/
Comments: (0)
BUDIDAYA JAMUR TIRAM, SOLUSI PERTANIAN TERPADU DI LAHAN TERBATAS
Diposting oleh
Unknown
on Minggu, 09 November 2014
/
Comments: (2)
Indonesia merupakan negara agraris
dengan potensi pertanian yang cukup tinggi sehingga dapat berkontribusi
terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi nasional. Menurut Laporan Kinerja
Kementerian Pertanian tahun 2011, GDP Indonesia dari sektor pertanian adalah
sebesar 11,88 persen dengan serapan tenaga kerja sebesar 33,51 persen. Potensi
yang sangat tinggi tersebut tentu saja dibuktikan oleh banyak hal, diantaranya
adalah profil tanah di Indonesia yang sebagian besar cocok untuk kegiatan
pertanian terpadu, kemudian keadaan iklim tropis yang membuat puluhan ribu
jenis vegetasi dapat bertahan hidup, dan potensi-potensi lainnya yang tidak
dimiliki oleh negara lain.
Namun kenyataan yang terjadi
beberapa waktu terakhir ini adalah mengenai maraknya konversi lahan pertanian
menjadi non pertanian yang menjadikan keadaan pertanian Indonesia mengalami
degradasi yang cukup tinggi. Data Badan Pertanahan Nasional menyatakan selama
kurun waktu 30 tahun terakhir Indonesia sudah kehilangan sekitar 30 juta lahan
pertanian akibat konversi menjadi pemukiman atau lahan non pertanian. Didasari
oleh hal tersebut dan berbagai keadaan lain seperti peningkatan penduduk
Indonesia yang fluktuatif, keadaan cuaca dan iklim yang cukup ekstrim, serta
tuntutan untuk tetap mempertahankan kegiatan pertanian di Negeri ini, membuat
banyak pihak harus berfikir mengenai solusi pertanian terpadu yang tetap
bertahan pada keadaan tersebut.
Salah satu solusi aplikatif untuk
tetap menghidupkan kegiatan pertanian terpadu di lahan terbatas adalah dengan
melakukan kegiatan budidaya jamur tiram. Jamur tiram merupakan salah satu jenis
jamur kayu. Biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur
ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram termasuk jenis
jamur serbaguna (Fachrul, 2012). Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk masakan,
jamur tiram juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam
bentuk campuran salad maupun lalapan.
Di Indonesia, budi daya jamur tiram
baru diperkenalkan sekitar tahun 1988. Saat itu, budi daya jamur tiram telah
dilakukan di berbagai tempat, bahkan hingga ke pelosok desa. Walaupun metode
budi daya yang digunakan berbeda, mayoritas pembudidaya jamur mengamini kalau
budi daya jamur tiram cukup menguntungkan.
Perkembangan agribisnis jamur di
Indonesia yang cukup pesat didukung oleh beberapa alasan, diantaranya adalah
penggunaan lahan yang tidak perlu luas, bahan baku untuk penanaman jamur umumnya
dalam bentuk limbah atau buangan, waktu tanam hingga pemanenan yang sangat
singkat, dan harga jualnya yang cukup tinggi.
Selain itu, jamur kayu umumnya
memiliki nilai gizi tinggi untuk kesehatan dan kebugaran. Dibandingkan dengan
daging sapi, jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi
akan tetapi memiliki kandungan lemak yang rendah, proteinnya dapat mencapai
10-30%. Jika dilihat dari kandungan asam aminonya, jamur tiram merupakan jamur
yang memiliki kandungan asam amino yang tinggi, termasuk di dalamnya asam amino
esensial yang dibutuhkan tubuh. Asam amino merupakan senyawa penyusun protein,
yang menjadi bahan pembentuk tubuh manusia dan hewan. Kandungan asam amino dari
jamur tiram ini setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam.
Kegiatan budidaya jamur tiram
sejatinya tidak hanya menjadi tugas para petani. Berbagai pihak maupun instansi
terkait sudah seharusnya turut serta dalam menyukseskan kegiatan ini.
Pemerintah sebagai promotor sudah seharusnya melakukan eksekusi untuk
meningkatkan kesejahteraan petani melalui kegiataan budi daya jamur tiram
terpadu. Tidak hanya itu, peran serta kalangan akademisi juga sangat diperlukan
untuk menciptakan sekaligus menyosialisasikan berbagai terobosan baru terkait
budi daya jamur tiram, sehingga nantinya produksi jamur tiram dari hulu hingga
ke hilir dapat berkembang semaksimal mungkin.
Oleh : Ikrom
Mustofa, Mahasiswa Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.
Nama : Chordya Iswanti
NIM : 13404
Golongan : B5
Kelompok : 2
JARAK DAN SISTEM TANAM BARU KELAPA PADA GELAR TEKNOLOGI PENAS XIII
Diposting oleh
Unknown
on Sabtu, 08 November 2014
/
Comments: (1)
Pekan Nasional (Penas) XIII Petani Nelayan 2011, di Desa Perjiwa,Kecamatan Tenggarong
Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, telah
menampilkan beberapa kegiatan, antara lain; Pameran Pembangunan Pertanian
Nasional, Temu Usaha Agribisnis, Expo Aquaculture, Expo Agroforestry, Expo dan
Kontes Peternakan Nasional, serta berbagai gelar teknologi tepat guna khususnya
bidang pertanian. Gelar teknologi ini juga merupakan temu teknologi yakni forum
pertemuan antara petani-nelayan dengan peneliti, penyuluh dan fungsional
lainnya untuk saling tukar-menukar informasi hasil penelitian maupun kajian dan
pengalaman mengenai keberhasilan penerapan suatu teknologi yang ramah
lingkungan.
Teknologi tepat guna yang
ditampilkan oleh Balitka pada gelar teknologi Penas XIII 2011 adalah Jarak dan
Sistem Tanam Baru Kelapa serta pemanfataan lahan di antara kelapa dengan
tanaman, aren, nenas dan kacang tanah. Hal ini sesuai dengan tema dari
gelar teknologi tersebut adalah Pengembangan Teknologi dan Kemandirian Energi
Ramah Lingkungan. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatuteknologi
tepat guna yang dapat
dilaksanakan untuk mampu menjawab
permasalahan yang sedang dihadapi sektor pertanian yaitu lahan yang semakin
sempit dan kecil serta produktivitas rendah. Upaya mengoptimalkan pemanfaatan
lahan di antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih komoditas yang sesuai
dengan kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi radiasi surya
agar sesuai dengan kebutuhan tanaman sela. Upaya peningkatan optimalisasi
sumberdaya lahan tersebut berkaitan dengan dua aspek yaitu (a) aspek spatial
(ruang) dan (b) aspek temporal (waktu). Aspek spatial berkaitan dengan maksimum
areal yang dapat digunakan untuk tanaman lain pada tingkat populasi atau
produksi kelapa yang relatif sama. Sementara aspek temporal berkaitan dengan
kontinuitas dan jangka waktu pemanfaatan lahan di antara kelapa yang
berhubungan dengan tersedianya iklim mikro yang sesuai sepanjang usahatani
polikultur akan diterapkan. Kedua aspek ini menentukan efektivitas dan
efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan di antara kelapa secara berkelanjutan.
Jarak dan Sistem Tanam Baru
Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak tanam 6 x 16 m sistem pagar yaitu
jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m dan jarak antar barisan tanaman kelapa
16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini per hektar terdapat 119 tanaman kelapa, 6
jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2 lahan
dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini dapat dimanfaatkan berbagai usahatani
polikultur. Dengan mengatur jarak
dan sistem tanam, membuat kondisi areal di antara barisan tanaman dapat
memperoleh cahaya yang cukup sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar
intensitas radiasi surya maksimal, perlu diatur arah barisan tanaman
Timur-Barat. Jarak dan sistem ini
menciptakan ruang lebih luas dan iklim mikro di antara barisan kelapa lebih
mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi petani memilih komoditas yang
akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan
demikian, dapat diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang
membutuhkan intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari
tanaman pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang
diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya rendah, maka bisa diadakan
penanaman tanaman pelindung sementara.
Teknologi jarak dan sistem
tanam baru kelapa yaitu 6 x 16 m empat persegi (sistem pagar) sangat tepat
untuk mendukung pola usahatani polikultur. Penggunaan jarak dan sistem
tanam ini diarahkan untuk pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa
dengan menanam tanaman sela dan untuk meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, waktu penanaman tanaman
sela dapat dilakukan sepanjang tahun dengan pemilihan jenis tanaman sela yang
lebih fleksibel dibanding dengan jarak tanam konvensional, yaitu 8 m x 8
m, 8,5 m x 8,5 m dan 9 m x 9 m sistem segitiga atau segiempat. Tanaman yang dapat digunakan untuk
program penanaman terpadu dengan kelapa hampir meliputi semua jenis tanaman,
termasuk ternak.
Progam peremajaan yang sedang
dan akan terus dilanjutkan di Indonesia sebagai upaya meningkatkan produksi
tanaman kelapa akan lebih berhasil jika memberikan jaminan peningkatan
pendapatan bagi petani peserta program ini. Kemungkinan keberhasilan tersebut
akan lebih nyata jika program ini dikombinasikan dengan menerapkan teknologi
jarak dan sistem tanam baru kelapa dengan berwawasan tanaman campuran
(polikultur). Sasaran utama dari usahatani kelapa polikultur adalah dalam
rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pada satu luasan dan waktu
tertentu, jadi menyangkut aspek spatial dan temporal pada saat yang bersamaan
yang luaran akhirnya adalah bertambahnya pendapatan petani dan tentunya akan
berdampak pada peningkatan kesejahteraan.
Dari hasil pengujian lapang
menyimpulkan bahwa usahatani polikultur yang dikombinasikan dengan jarak dan
system tanaman baru secara agronomis tidak mengganggu pertumbuhan dan produksi
tanaman kelapa. Secara ekonomis, usahatani semacam ini justru meningkatkan
pendapatan petani dibanding usahatani kelapa monokultur. Hasil simulasi
analisis finansial terhadap beberapa pola tanam tanaman sela di program ini
menunjukkan bahwa pola usahatani polikultur layak untuk dikembangkan dengan
nilai IRR > 100 dan Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.5. Sedangkan uji
sensitivitas menunjukkan bahwa tiga pola kombinasi tanaman sela yang diterapkan
sebagai salah satu komponen usahatani polikultur lebih rentan terhadap
terjadinya penurunan harga dan produk hingga 25%. Dengan kata lain, terjadinya
penurunan tingkat produksi atau penurunan harga hingga 25% tidak akan terlalu
mempengaruhi tingkat pendapatan petani, dimana pola yang diterapkan masih dapat
memberikan keuntungan bagi petani pelaksana pola ini. Kesimpulan umum yang
dapat diambil bahwa pendapatan petani kelapa dijamin akan berkelanjutan jika
program peremajaan yang akan diterapkan menerapkan jarak dan sistem tanam baru
kelapa disertai dengan usahatani polikultur. Selain itu, pengusahaan tanaman
sela diantara tanaman kelapa dapat memperbaiki aerasi tanah sehingga dapat
memperbaiki sistem perakaran kelapa dan meningkatkan produksi buah kelapa .
Jarak dan Sistem Tanam Baru
Kelapa dengan tanaman sela; aren, nenas dan kacang, yang ditampilkan Balitka
pada gelar teknologi pertanian di Penas XIII Petani Nelayan 2011 diharapkan
dapat dimanfaatkan oleh petani dan penyuluh pertanian sebagai upaya meningkatkan
produksi tanaman per satuan luas lahan guna menjawab ketersediaan pangan dan
juga meningkatkan pendapatan petani (Albert Ilat/Balitka).
Lahan di antara tanaman kelapa pada sistem
pagar dengan
jarak
tanam 6 m x 16 m yang telah ditanami dengan tanaman padi.
Nama
: Kezia Devi Rahajeng
NIM
: 13162
Golongan : B5
Kelompok : 2