Pages

Alat Peraga (Leaflet) Penyuluhan Mengenai Pengendalian Hama Tikus

Gambar Alat Peraga (Leaflet) Penyuluhan tentang Pengendalian Hama 
 Tikus







BUDIDAYA JAMUR TIRAM, SOLUSI PERTANIAN TERPADU DI LAHAN TERBATAS



Indonesia merupakan negara agraris dengan potensi pertanian yang cukup tinggi sehingga dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan ekonomi nasional. Menurut Laporan Kinerja Kementerian Pertanian tahun 2011, GDP Indonesia dari sektor pertanian adalah sebesar 11,88 persen dengan serapan tenaga kerja sebesar 33,51 persen. Potensi yang sangat tinggi tersebut tentu saja dibuktikan oleh banyak hal, diantaranya adalah profil tanah di Indonesia yang sebagian besar cocok untuk kegiatan pertanian terpadu, kemudian keadaan iklim tropis yang membuat puluhan ribu jenis vegetasi dapat bertahan hidup, dan potensi-potensi lainnya yang tidak dimiliki oleh negara lain.
Namun kenyataan yang terjadi beberapa waktu terakhir ini adalah mengenai maraknya konversi lahan pertanian menjadi non pertanian yang menjadikan keadaan pertanian Indonesia mengalami degradasi yang cukup tinggi. Data Badan Pertanahan Nasional menyatakan selama kurun waktu 30 tahun terakhir Indonesia sudah kehilangan sekitar 30 juta lahan pertanian akibat konversi menjadi pemukiman atau lahan non pertanian. Didasari oleh hal tersebut dan berbagai keadaan lain seperti peningkatan penduduk Indonesia yang fluktuatif, keadaan cuaca dan iklim yang cukup ekstrim, serta tuntutan untuk tetap mempertahankan kegiatan pertanian di Negeri ini, membuat banyak pihak harus berfikir mengenai solusi pertanian terpadu yang tetap bertahan pada keadaan tersebut.
Salah satu solusi aplikatif untuk tetap menghidupkan kegiatan pertanian terpadu di lahan terbatas adalah dengan melakukan kegiatan budidaya jamur tiram. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Biasanya orang menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Jamur tiram termasuk jenis jamur serbaguna (Fachrul, 2012). Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk masakan, jamur tiram juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam bentuk campuran salad maupun lalapan.
Di Indonesia, budi daya jamur tiram baru diperkenalkan sekitar tahun 1988. Saat itu, budi daya jamur tiram telah dilakukan di berbagai tempat, bahkan hingga ke pelosok desa. Walaupun metode budi daya yang digunakan berbeda, mayoritas pembudidaya jamur mengamini kalau budi daya jamur tiram cukup menguntungkan.
Perkembangan agribisnis jamur di Indonesia yang cukup pesat didukung oleh beberapa alasan, diantaranya adalah penggunaan lahan yang tidak perlu luas, bahan baku untuk penanaman jamur umumnya dalam bentuk limbah atau buangan, waktu tanam hingga pemanenan yang sangat singkat, dan harga jualnya yang cukup tinggi.
Selain itu, jamur kayu umumnya memiliki nilai gizi tinggi untuk kesehatan dan kebugaran. Dibandingkan dengan daging sapi, jamur tiram memiliki kandungan protein dan karbohidrat yang tinggi akan tetapi memiliki kandungan lemak yang rendah, proteinnya dapat mencapai 10-30%. Jika dilihat dari kandungan asam aminonya, jamur tiram merupakan jamur yang memiliki kandungan asam amino yang tinggi, termasuk di dalamnya asam amino esensial yang dibutuhkan tubuh. Asam amino merupakan senyawa penyusun protein, yang menjadi bahan pembentuk tubuh manusia dan hewan. Kandungan asam amino dari jamur tiram ini setara dengan kandungan asam amino pada telur ayam.
Kegiatan budidaya jamur tiram sejatinya tidak hanya menjadi tugas para petani. Berbagai pihak maupun instansi terkait sudah seharusnya turut serta dalam menyukseskan kegiatan ini. Pemerintah sebagai promotor sudah seharusnya melakukan eksekusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui kegiataan budi daya jamur tiram terpadu. Tidak hanya itu, peran serta kalangan akademisi juga sangat diperlukan untuk menciptakan sekaligus menyosialisasikan berbagai terobosan baru terkait budi daya jamur tiram, sehingga nantinya produksi jamur tiram dari hulu hingga ke hilir dapat berkembang semaksimal mungkin.

Oleh : Ikrom Mustofa, Mahasiswa Jurusan Geofisika dan Meteorologi, Institut Pertanian Bogor.



Nama               : Chordya Iswanti
NIM                : 13404
Golongan        : B5
Kelompok       : 2
 

JARAK DAN SISTEM TANAM BARU KELAPA PADA GELAR TEKNOLOGI PENAS XIII



Pekan Nasional (Penas) XIII Petani Nelayan 2011, di Desa Perjiwa,Kecamatan Tenggarong Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur, telah menampilkan beberapa kegiatan, antara lain; Pameran Pembangunan Pertanian Nasional, Temu Usaha Agribisnis, Expo Aquaculture, Expo Agroforestry, Expo dan Kontes Peternakan Nasional, serta berbagai gelar teknologi tepat guna khususnya bidang pertanian. Gelar teknologi ini juga merupakan temu teknologi yakni forum pertemuan antara petani-nelayan dengan peneliti, penyuluh dan fungsional lainnya untuk saling tukar-menukar informasi hasil penelitian maupun kajian dan pengalaman mengenai keberhasilan penerapan suatu teknologi yang ramah lingkungan.
Teknologi tepat guna yang ditampilkan oleh Balitka pada gelar teknologi Penas XIII 2011 adalah Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa serta pemanfataan lahan di antara kelapa dengan tanaman, aren, nenas dan kacang tanah.  Hal ini sesuai dengan tema dari gelar teknologi tersebut adalah Pengembangan Teknologi dan Kemandirian Energi Ramah Lingkungan. Jarak dan Sistem Tanamam Baru Kelapa adalah suatuteknologi tepat guna yang dapat dilaksanakan untuk  mampu menjawab permasalahan yang sedang dihadapi sektor pertanian yaitu lahan yang semakin sempit dan kecil serta produktivitas rendah. Upaya mengoptimalkan pemanfaatan lahan di antara kelapa dapat ditempuh dengan memilih komoditas yang sesuai dengan kondisi iklim mikro yang ada atau meningkatkan intersepsi radiasi surya agar sesuai dengan kebutuhan tanaman sela. Upaya peningkatan optimalisasi sumberdaya lahan tersebut berkaitan dengan dua aspek yaitu (a) aspek spatial (ruang) dan (b) aspek temporal (waktu). Aspek spatial berkaitan dengan maksimum areal yang dapat digunakan untuk tanaman lain pada tingkat populasi atau produksi kelapa yang relatif sama. Sementara aspek temporal berkaitan dengan kontinuitas dan jangka waktu pemanfaatan lahan di antara kelapa yang berhubungan dengan tersedianya iklim mikro yang sesuai sepanjang usahatani polikultur akan diterapkan. Kedua aspek ini menentukan efektivitas dan efisiensi pemanfaatan sumberdaya lahan di antara kelapa secara berkelanjutan.
Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa adalah penanaman kelapa dengan jarak tanam 6 x 16 m sistem pagar yaitu jarak dalam barisan tanaman kelapa 6 m dan jarak antar barisan tanaman kelapa 16 m. Pada jarak dan sistem tanam ini per hektar terdapat 119 tanaman kelapa, 6 jalur tanaman kelapa dan 7.200 m2 lahan dalam jalur. Lahan dalam jalur kelapa ini dapat dimanfaatkan berbagai usahatani polikultur. Dengan mengatur jarak dan sistem tanam, membuat kondisi areal di antara barisan tanaman dapat memperoleh cahaya yang cukup sepanjang umur kelapa. Selanjutnya, agar intensitas radiasi surya maksimal, perlu diatur arah barisan tanaman Timur-Barat. Jarak dan sistem ini menciptakan ruang lebih luas dan iklim mikro di antara barisan kelapa lebih mudah disesuaikan, sehingga membuka peluang bagi petani memilih komoditas yang akan diusahakan pada lahan di antara kelapa. Dengan demikian, dapat diusahakan penanaman berbagai jenis tanaman sela yang membutuhkan intensitas radiasi surya yang tinggi sepanjang waktu, mulai dari tanaman pangan, hortikultura hingga tanaman perkebunan. Jika tanaman yang diusahakan memerlukan tingkat radiasi surya rendah, maka bisa diadakan penanaman tanaman pelindung sementara.
Teknologi jarak dan sistem tanam baru kelapa yaitu 6 x 16 m empat persegi (sistem pagar) sangat tepat untuk mendukung pola usahatani polikultur. Penggunaan jarak dan sistem tanam  ini diarahkan untuk pemanfaatan lahan di antara tanaman kelapa dengan menanam tanaman sela dan untuk meningkatkan pendapatan petani. Selain itu, waktu penanaman tanaman sela dapat dilakukan sepanjang tahun dengan pemilihan jenis tanaman sela yang lebih fleksibel dibanding dengan jarak tanam konvensional, yaitu  8 m x 8 m, 8,5 m x 8,5 m dan 9 m x 9 m sistem segitiga atau segiempat. Tanaman yang dapat digunakan untuk program penanaman terpadu dengan kelapa hampir meliputi semua jenis tanaman, termasuk ternak.
Progam peremajaan yang sedang dan akan terus dilanjutkan di Indonesia sebagai upaya meningkatkan produksi tanaman kelapa akan lebih berhasil jika memberikan jaminan peningkatan pendapatan bagi petani peserta program ini. Kemungkinan keberhasilan tersebut akan lebih nyata jika program ini dikombinasikan dengan menerapkan teknologi jarak dan sistem tanam baru kelapa dengan berwawasan tanaman campuran (polikultur). Sasaran utama dari usahatani kelapa polikultur adalah dalam rangka meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan pada satu luasan dan waktu tertentu, jadi menyangkut aspek spatial dan temporal pada saat yang bersamaan yang luaran akhirnya adalah bertambahnya pendapatan petani dan tentunya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan.
Dari hasil pengujian lapang menyimpulkan bahwa usahatani polikultur yang dikombinasikan dengan jarak dan system tanaman baru secara agronomis tidak mengganggu pertumbuhan dan produksi tanaman kelapa. Secara ekonomis, usahatani semacam ini justru meningkatkan pendapatan petani dibanding usahatani kelapa monokultur. Hasil simulasi analisis finansial terhadap beberapa pola tanam tanaman sela di program ini menunjukkan bahwa pola usahatani polikultur layak untuk dikembangkan dengan nilai IRR > 100 dan Benefit Cost Ratio (BCR) > 1.5. Sedangkan uji sensitivitas menunjukkan bahwa tiga pola kombinasi tanaman sela yang diterapkan sebagai salah satu komponen usahatani polikultur lebih rentan terhadap terjadinya penurunan harga dan produk hingga 25%. Dengan kata lain, terjadinya penurunan tingkat produksi atau penurunan harga hingga 25% tidak akan terlalu mempengaruhi tingkat pendapatan petani, dimana pola yang diterapkan masih dapat memberikan keuntungan bagi petani pelaksana pola ini. Kesimpulan umum yang dapat diambil bahwa pendapatan petani kelapa dijamin akan berkelanjutan jika program peremajaan yang akan diterapkan menerapkan jarak dan sistem tanam baru kelapa disertai dengan usahatani polikultur. Selain itu, pengusahaan tanaman sela diantara tanaman kelapa dapat memperbaiki aerasi tanah sehingga dapat memperbaiki sistem perakaran kelapa dan meningkatkan produksi buah kelapa .
Jarak dan Sistem Tanam Baru Kelapa dengan tanaman sela; aren, nenas dan kacang, yang ditampilkan Balitka pada gelar teknologi pertanian di Penas XIII Petani Nelayan 2011 diharapkan dapat  dimanfaatkan oleh petani dan penyuluh pertanian sebagai upaya meningkatkan produksi tanaman per satuan luas lahan guna menjawab ketersediaan pangan dan juga meningkatkan pendapatan petani (Albert Ilat/Balitka).

Lahan di antara tanaman kelapa pada sistem pagar dengan
jarak tanam 6 m x 16 m yang telah ditanami dengan tanaman padi.
  

Nama        :  Kezia Devi Rahajeng
NIM           : 13162
Golongan   : B5
Kelompok  : 2